DAKWAH UNTUK MENCAPAI RIDHA ILAHI

Tuesday, December 27, 2011

Ibu Vs Pacar

Oleh Kiptiah

Masih dalam suasana peringatan hari ibu yang ramai di rayakan. Mulai dari beranda facebook yang mayoritas statusnya berkaitan dengan ibu, “I love u Mom”, “Selamat Hari Ibu”, “Mom, you’re my everything” dan sebagainya sampai pagelaran yang di selenggarakan di berbagai kota di Indonesia. Semoga saja sebelum kawan-kawan saya itu menulis status tersebut, sebelumnya mereka sudah mengucapkannya langsung kepada ibu mereka masing-masing. Karena saya khawatir, ucapan mereka tak terbaca oleh ibu mereka karena tidak semua ibu memiliki akun facebook.

Mungkin judul tulisan saya kali ini sedikit aneh. Ibu melawan pacar ?? ini adalah penjabaran dari dua tulisan saya sebelumnya ( masih haruskah berpacaran ?? dan pacaran lagi ). Banyak yang menuliskan mengenai pacaran, keharaman hukumnya, efek buruk yang di timbulkan tapi entah mengapa tak jua membuat tradisi barat itu lenyap. Tapi, paling tidak siapapun yang menulis tentang hal tersebut bisa membuat orang-orang yang kini berada dalam lingkup pacaran atau penasaran ingin menjajalnya menjadi jera atau paham dari semua hal negatif yang di timbulkan dari perilaku buruk tersebut. Aamiin.

Karena kali ini bertepatan dengan peringatan hari ibu maka saya akan mengambil tema seperti judul di atas.

Ibu, seorang wanita mulia yang telah susah payah mengandung, melahirkan, mengurus kita dalam keadaan letih. Beliau berikan seluruh kesenangan dirinya hanya untuk buah hatinya. Hanya buah hatinya, yang sanggup menggeser prioritas hidup sang ibu terhadap hal lainnya.

Karena teramat mulianya seorang ibu, Rasulullah bahkan menyebut ibu sebanyak tiga kali kemudian baru ayah ketika ada seseorang bertanya kepada beliau kepada siapakah hendaknya dia memberikan hormat.

Di tangan ibulah, masa depan buah hati terbentuk. Karena memang sang ibulah yang lebih dekat secara fisik dengan anak di banding ayah. Bila ayah hanya memberikan masukan-masukan secara teori, maka ibulah yang mempraktekkannya langsung kepada anak.

Bertahun-tahun ibu mencurahkan kasih sayangnya kepada anak-anaknya. Tak pernah ada cerita bahwa seorang ibu lelah mengurus anaknya. Atau tak pernah ada cerita seorang wanita yang ingin pensiun menjadi seorang ibu.

Begitu banyak kisah perjuangan seorang ibu, meskipun ada pula ibu-ibu muda kini yang tega membuat anaknya (hasil dari hubungan gelap) bisa di pastikan ada penyesalan yang terdalam di lubuk hatinya.

***

Jika saya teruskan maka tak akan cukup artikel ini hanya untuk memuat kisah hebat seorang makhluk yang bernama ibu. Sebegitu hebatnya seorang ibu masih bisa saja di kalahkan prioritas untuk mengasihinya oleh seseorang yang bergelar pacar.

Berapa banyak anak muda baik pria atau wanita yang betah berlama-lama dengan ibunya di banding dengan pacarnya. Kenapa seseorang yang baru di kenalnya bisa menggeser peran ibu di hatinya ?? padahal sebenarnya dia belum bisa lepas seutuhnya dari sang ibu. Misalnya saja, jika ada seorang anak yang belum bekerja pasti akan minta uang dari ibu atau jika ingin makan pasti memakan masakan ibu. Jika sakit, pasti ibu yang di repotkan. Bukan si pacar.

Tapi jika berbahagia, pasti pacarnyalah yang terlebih dahulu di beritahu. Jika ia ingin pergi ke suatu tempat, pasti dengan pacarnyalah ia ingin di dampingi. Bahkan ia akan lebih percaya untuk memberitahukan bagaimana kabarnya di suatu tempat kepada si pacar di banding ibunya.

Seorang ibu pastinya tak akan protes atas apa yang di lakukan oleh anaknya, karena ibu inginkan kebahagiaan untuk anaknya. Tapi apakah anak masih memikirkan ibunya ketika sedang berduaan, pergi ketempat indah dan makan yang enak bersama pacarnya.

***
Subhanallah. Sungguh, jika mereka yang kini sedang di mabuk cinta semu dapat merasakan kenikmatan bercengkerama dengan ibu. Karena peran ibu bukan hanya ketika kita masih kecil tapi sampai kapanpun, ia akan tetap menjadi seorang ibu. Ada saatnya ketika kita menikah akan benar-benar berpisah dengan seorang ibu, menjalani kehidupan secara mandiri. Bukankah, baiknya masa-masa sendiri di manfaatkan untuk lebih mendekatinya apalagi kini kita yang telah bekerja tidak memiliki banyak waktu seperti saat kecil dahulu bersama ibu. Menikmati guratan senyum dari bibirnya yang tercipta karena perilaku kita yang menyenangkan hatinya. Bercanda, bercerita, berbagi hikmah dengan ibu.

Jangan sampai ibu menjadi cemburu karena anaknya di ambil oleh seseorang yang masih berstatus pacar. Yang pasti kecemburuan sang ibu tak akan terlihat secara fisik, tapi siapa yang tahu jika dalam hatinya merasa kesepian saat anak-anaknya lebih memilih pergi dengan pacar daripada berlama-lama di rumah.

Ada saatnya kita akan meninggalkan ibu ketika menikah, tapi bukan sekarang, bukan di saat kita belum menikah. Semua ada waktunya. Apa jadinya jika waktu itu menjadi teramat singkat oleh efek berpacaran.

Karena untuk anak perempuan, ia akan menjadi milik suaminya setelah ia menikah. Sedangkan anak lelaki, tetap menjadi milik orangtuanya meskipun ia telah menikah.

Jadi, sekarang kita bisa memaksimalkan hubungan dengan ibu. Memusatkan perhatian dan kasih sayang kepada yang benar-benar berhak menerimanya. Mengikuti kehalalan dan menjauhkan keharaman.

Semoga kita masuk dalam golongan anak-anak shalih yang mampu berlomba-lomba membahagiakan orangtua kita. Karena ridho Allah tergantung pada ridho orangtua dan murka Allah tergantung pada murka orangtua.

Allahua’lam

www.rainkelana.blogspot.com

Read More...

Monday, December 26, 2011

Ucapan Selamat Hari Raya Orang Kafir

Oleh bidadari_Azzam

Bismillahirrahmaanirrahiim, saya hanya ingin berbagi pengalaman, tidak bermaksud untuk berdebat, tidak pula berkapasitas menentang fatwa yang ‘ini’ atau fatwa yang ‘itu’.

Sebab dewasa ini memang makin menjamurnya bahasan fiqh-kontemporer serta kian banyak ulama yang memfatwakan berbagai hal namun cara penyampaian yang dilakukan malah bisa membuat masyarakat menangkap kerancuan makna akan fatwa tersebut. Apalagi jika ada tulisan berbentuk opini yang dianggap sebagai fakta atau kebenaran.

Kita selaku muslim/muslimah memang harus memahami dan mengamalkan ilmu yang didapat, dan hendaknya kita penuh kehati-hatian dalam mentransfer pengetahuan, menyadari landasan agama yang kita cintai ini, “Sami’na wa atho’na” terhadap aturan-Nya, petunjuk-Nya yang merupakan jalan keselamatan, dengan dua ‘bekal’ kita : Al-Qur’an dan Al-Hadits (sunnah).

Saudaraku pernah mengingatkan kalimat motivasi dari keempat Imam Madzhab :
Al-Imam asy-Syafi’i (Madzhab Syafi’i) mengatakan:

“Semua permasalahan yang sudah disebutkan dalam hadits yang sahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berbeda dengan pendapat saya, maka saya rujuk dari pendapat itu ketika saya masih hidup ataupun sudah mati.”

Al-Imam Malik (Madzhab Maliki) mengatakan:

“Saya hanyalah manusia biasa, mungkin salah dan mungkin benar. Maka perhatikanlah pendapat saya, jika sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah maka ambillah. Apabila tidak sesuai dengan keduanya maka tinggalkanlah.”

Al-Imam Abu Hanifah (Madzhab Hanafi) mengatakan:

“Tidak halal bagi siapa pun mengambil pendapat kami tanpa mengetahui dari mana kami mengambilnya.” Dalam riwayat lain, beliau mengatakan, “Haram bagi siapa pun yang tidak mengetahui dalil yang saya pakai untuk berfatwa dengan pendapat saya. Karena sesungguhnya kami adalah manusia, perkataan yang sekarang kami ucapkan, mungkin besok kami rujuk (kami tinggalkan).”

Al-Imam Ahmad Bin Hambal (Madzhab Hambali mengatakan):

“Janganlah kalian taklid kepada saya dan jangan taklid kepada Malik, asy-Syafi’i, al-Auza’i, ataupun (Sufyan) ats-Tsauri. Tapi ambillah (dalil) dari mana mereka mengambilnya.

Subhanalloh, para imam besar itu amat berbesar hati dan memiliki kebijaksanaan serta pesan mereka merupakan bukti kecerdasan dan ketinggian ilmu yang mereka miliki, sedangkan kita yang hanya punya ilmu tak sampai seujung kuku, yang cuma ikut kajian sebulan sekali atau seminggu sekali, yang hafalan qur’an hadits masih itu-itu saja, alangkah beraninya memberikan penilaian fatwa yang X salah, atau fatwa yang itu aneh-aneh aja, bahkan fatwa-fatwa malah jadi bahan ejekan, dan ada yang berani pula mencomot potongan ayat sana-sini lalu disimpulkan sendiri menjadi pembenaran.

Padahal para ulama pun memiliki ilmu pengetahuan saat berfatwa, dan jika pun fatwa mereka bagaikan adanya perang fatwa karena perbedaan fatwa yang dikeluarkan ulama lain, yang bisa kita lakukan adalah kembali kepada Qur’an dan Sunnah.

Para ulama juga manusia biasa, budaya saling mengkritik dengan adab-adab yang baik adalah hal wajar dan kita sudah dewasa, tidak zaman lagi untuk men-jargon-kan ulama ini atau ulama itu gara-gara harokah yang ini atau harokah yang itu, hendaknya mencintai persaudaraan dalam ikatan-Nya, kita pererat ukhuwah islamiyah karena kecintaan pada-Nya.

Jangan pernah saling membenci hanya gara-gara berbeda pendapat, itu sangat merugikan, bukankah kita sudah belajar bahwa mencintai atau pun membenci sesuatu hendaknya karena Allah ta’ala semata?

Yang memperuncing problema ummat adalah media, mayoritas media massa dan elektronik mengutamakan rating dan keuntungan nominalnya, jadi seharusnya kita sudah hafal ‘skenario-skenario’ yang sudah sering terjadi dalam strategi memecah belah ummat di tanah pertiwi tersebut.

Dan di negeri kita, parahnya ada banyak orang yang sadar atau tidak, masih doyan dipuja-puji dunia, dielu-elukan meskipun bukan alim ulama, dipopulerkan, sehingga ketika berkata & bersikap dianggap sebagai fatwa oleh pengikutnya.

Kita tak pernah puas dalam mencari ilmu, kritis, dan ingin terus belajar, hal itu tentunya merupakan sifat positif yang harus dipertahankan. Dan untuk mendapatkan keberkahan-Nya, mencari ilmu bermanfaat itu tentu harus diniatkan untuk meraih cinta-Nya.

Sekarang mari tanyakan dalam hati, apakah sikap dan perkataan kita hari ini sudah menjadikan kita makin dekat pada-Nya, ataukah malah jadi menjauh dari-Nya?

Jika kita memilih andil pada perayaan hari raya kafir (mengucapkan salam, makan-makan bareng, tukar kado bareng, dsb hingga tanpa menyadari ada “wishing bareng” yang berupa do’a bersama) atau memilih tidak andil, manfaatnya atau mudharatnya apa, kita bisa berkaca sendiri.

Dua hari ini saya sibuk mencari-cari email yang terhapus dari temanku (yang ikut milist internasional) yang mengkaji hadits, maafkan, emailnya tak ketemu sehingga saya tak bisa menceritakan kronologis yang panjang tentang seorang muslim bernama Ahmad (asal negeri muslim) yang tinggal di Amerika.

Singkatnya, Brother Ahmad sedang ceramah di lingkungan kampusnya, “Ini tentang seorang George, ia punya istri dan anak dua. George ini adalah pengikut katholik taat, pengkaji bible yang amat rajin, misa yang diikutinya amat disiplin, malah ikut misa di beberapa gereja.

George amat bijaksana, ia mengajarkan anak dan istrinya tentang nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, rasul-Nya yang terakhir… Bahkan setiap ramadhan, ia dan keluarganya berpuasa, ketika iedul adha tiba, mereka menyembelih hewan kurban atas nama Allah. Inilah pengorbanan, kepada Tuhan, kata George…”, awal cerita yang aneh. Saya pun kaget membacanya.

Para pendengar rata-rata melongo, lantas berteriak, “Huuuu…huuu… Bohooong!”, semua protes, “No, There is no George’s family in America who celebrate eid ul adha…bohooong, Ahmad, kamu mengarang kan?”, teriak mereka. Semuanya ribut, tak percaya bahwa ada keluarga George yang katholik tapi melaksanakan puasa ramadhan, dan perayaan ied-muslim. Gemuruh ruangan itu. “Huuu… huuuu…..”.

Lantas Ahmad kembali konsentrasi di depan mic, “Oke…sekarang, kenapa kalian sulit menerima kenyataan adanya keluarga George yang beriedul adha dan puasa ramadhan? Padahal setiap desember kalian mengundangku merayakan natal bersama-sama dengan dalih bahwa natalan adalah berkah buat semua manusia?!

Wallohi, memang saya tak pernah sekali pun melihat orang non-muslim yang merayakan iedul fitri, iedul adha apalagi berpuasa di bulan ramadhan---apalagi mengetahui maknanya, ketika muslim merayakan iednya, terutama di negara-negara mayoritas kafir, suasananya amat sederhana, tak ada gempita ucapan selamat dari kalian, termasuk tetanggaku yang se-appartemen, dia tak datang ketika kuundang di hari raya, bahkan muslim sering tidak bisa merayakan hari raya dengan keluarga jika hari itu bukan hari libur, tidak ada toleransi hari libur buat perayaan ied kami.

Tapi yang membuat hatiku hancur, ketika diriku pulang kembali ke negeri-negeri mayoritas muslim, justru saudara-saudariku malah merayakan perayaan kafir bersama-sama, bahkan di negara bermayoritas muslim pun, natal, tahun baru, dan sebagainya dijadikan tanggal merah alias libur! Kalian yang selama ini bohong, kalian bilang bahwa keberkahan dan kedamaian natal buat semua manusia sebagai bentuk tipu daya agar saudara-saudariku makin jauh dari nilai islam!”, semuanya terdiam. Sindiran yang tepat akan tipu daya mereka.

Benar kalimat brother Ahmad, saya juga yang sudah tahun ke lima berhari raya di negeri asing merasakan besarnya “kekuasaan orang kafir” terhadap hidup ummat Islam. Jika ied jatuh di hari senin berarti waktu kerja, maka suamiku tak bisa sholat ied, kecuali mengambil jatah cuti hari tersebut.

Sementara di negara bermayoritas muslim, ragam hari raya ummat non-muslim malah dimeriahkan dengan perayaan bersama-sama, mengotori nilai tauhid dan menjadikan generasi muslim kian terpuruk. Toleransi yang kebablasan.

Saya juga punya banyak teman non-muslim, dan mereka sudah tau bahwa saya lebih memilih ‘proteksi’ terhadap keteguhan tauhid, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban).

Adalah sebuah resiko jika dengan sikap yang tidak ikutan merayakan, tidak ikut mengucapkan selamat, dan tidak ikut andil membantu si teman tersebut membuatnya jadi berkurang cinta, berkurang rasa suka atau malah membenciku, saya harus menerima hal itu, sebab saya yakin bahwa sikapku tersebut merupakan jalan untuk makin dekat kepada-Nya.

Temanku membagi-bagikan hadiah ‘natal’ pada anak-anakku beberapa hari lalu, dan kukatakan, “Saya kalau ngasih kamu hadiah, gak ada hari khusus lho yah…”, sehingga ia memaklumi jika hadiahnya tak berbalas di hari natal, dan ternyata kepada teman se-agamanya ia bercerita melalui akun on-linenya (yang terbaca olehku karena dia memang agak gaptek) tentang pemberian hadiah itu dengan kalimat yang tak kusukai, “Yah ini kan sudah tradisi kita…dan yang penting anak-anak si Ummu Azzam sudah mendapatkan berkat juga sebagai anak Tuhan…?”, What?!!! Bayangkanlah, grrrrrh…. saya jadi bernyanyi kecil, ‘ternyata… oh ternyata…’.

Lantas, ketika ada teman non-muslim lainnya yang berhari raya dan tetap berusaha menyemangati diri kita agar ikut andil pada hari rayanya, mengundang ‘hanya lunch atau dinner’ yang selanjutnya berbumbu nyanyian di bawah pohon natal misalnya.

Kemudian pernah tatkala kutanyakan, “Kenapa?”, ternyata jawabnya adalah, “Yaaah, kan semua agama itu baik, arahnya baik, merayakan hari besar itu kan baik, berkatnya dapat semua, kedamaian buat semua…”, nah, disinilah letak pluralisme menjalar, mari kita bersikap waspada dan hati-hati.

"Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanya Islam'. (baca tafsir qur’an surah Ali-‘Imran[3]:19).

Mencampur-adukkan agama bukanlah ajaran Islam. Saudara-saudariku yang muallaf pun masih banyak kerisauan, di saat budaya ‘makan-makan bareng’ kata keluarganya hanya tradisi, ternyata masih tetap ada saja momen do’a bersama, dan kegiatan lain yang tidak sreg di hati mereka, hati yang sudah bercahayakan hidayah Islam. Memurnikan nilai tauhid merupakan perjuangan. Tak ada pilihan bagi kita selain terus berjuang di jalan-Nya, Selamat berjuang!


(bidadari_Azzam, @Islamic-Centre, Krakow, malam 30 Muharram 1433H) Read More...

Sunday, November 20, 2011

Penyebab Takabbur (Sombong)

Kedua. Menggunakan Parameter yang Salah Dalam Menilai Kebenaran dan Keutamaan Pada Manusia.

Akibat kebodohan dirinya acapkali orang menggunakan parameter yang salah dalam menilai kebenaran dan keutamaan sesuatu. Akibatnya, di antara mereka ada yang lebih memuliakan orang-orang yang memiliki materi duniawi dan mengagumi mereka. Sekalipun mereka sama sekali jauh dari manhaj Allah.

Sebaliknya, mereka menghina orang-orang papa dan miskin yang tidak mempunyai fasilitas duniawi, sekalipun mereka tergolong manusia yang taat berpegang teguh petunjuk Allah. Dengan perkataan lain, akibat penggunaan parameter yang salah dalam menilai kemuliaan dan keutamaan manusia, maka dirinya terjebak untuk merendahkan orang lain dan merasa dirinya terjebak untuk merendahkan orang lain dan merasa dirinya memiliki martabat yang lebih tinggi dari mereka atau takabbur.

Al-Qur'an dan As-Sunnah sejak dini telah memperhatikan masalah ini, yakni dengan cara meletakkan parameter yang benar, baik terhadap kebenaran maupun kemuliaan sesuatu. Firman-Nya:

أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُم بِهِ مِن مَّالٍ وَبَنِينَ ﴿٥٥﴾ نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لَّا يَشْعُرُونَ ﴿٥٦﴾

"Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami segera memberikan kebaikan-kebaikan itu kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar." (QS. Al-Mu'minun [23] : 55-56)

وَقَالُوا نَحْنُ أَكْثَرُ أَمْوَالًا وَأَوْلَادًا وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ ﴿٣٥﴾ قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَاء وَيَقْدِرُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ ﴿٣٦﴾ وَمَا أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُم بِالَّتِي تُقَرِّبُكُمْ عِندَنَا زُلْفَى إِلَّا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُوْلَئِكَ لَهُمْ جَزَاء الضِّعْفِ بِمَا عَمِلُوا وَهُمْ فِي الْغُرُفَاتِ آمِنُونَ ﴿٣٧﴾

"Dan mereka berkata, kami lebih banyak mempunyai hartai dan anak-anak (dibandingkan dengan kamu) dan kami sekali-kali tidak akan diazab. Katakanlah, 'Sesungguhnya Tuhanku akan melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendakinya), akan tetapi, kebanyakan manusia tidak mengetahui'. Dan sekali-kali bukan harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun, tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh. Mereka itulah yang akan memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang tidak mereka kerjakan, dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (di dalam Surga)." (QS. Saba' [34] : 35-37)

Suatu saat Nabi shallahu alaihissalam bertanya kepada para shahabatnya ketika lewat seorang laki-laki dihadapan mereka. "Bagaimana pendapat kalian tentang orang ini?" Para shahabat menjawab, "Menurut kami orang itu termasuk orang yang mulia. Jika memang patut diterima pinangannya, jika meminta tolong, patu diberi pertolongan, dan jika berucap, patut untuk kita dengarkan ucapannya."

Mendengar keterangan para shahabatnya itu Nabi shallahu alaihissalam hanya diam. Beberapa saat kemudian lewatlah seorang laki-laki lain, dan beliau bertanya lagi, "Bagaimana pendapat kalian tentang orang ini?" Para shahabatnya menjawab, "Demi Allah ya Rasulullah, dia termasuk orang yang fakir di kalangan kaum muslimin. Jika dia meminang, patut untuk tidak diterima pinangannya, jika meminta pertolongan, patut tidak ditolong, dan jika berucap, patut untuk tidak didengar ucapannya."

Mendengar jawaban para shahabatnya itu Rasulullah shallahu alaihissalam bersabda, "Orang yang kedua tadi sungguh lebih baik dibandingkan dengan orang-orang sepenuh bumi seperti orang yang pertama tadi." (HR. Ibnu Majah)

Ketiga. Tidak Membandingkan-mandingkan Nikmat yang Diperolehnya dengan Nikmat Orang Lain.

Dengan hikmah dan kekuasaan-Nya, Allah Ta'ala telah memberi anugerah nikmat kepada sebagian manusia dengan sesuatu yang tidak dimiliki orang lain, sepreti nikmat sehat, isteri, dan anak, harta benda, kedudukan, ilmu, kepandaian berbicara, menulis, mengarang, mempunyai pengaruh terhadap manusia, banyak memiliki simpatisan, dan seterusnya. Akan tetapi, seringkali mereka melupakan Maha Pemberi kenikmatan. Dia membanding-bandingkan dengan kenikmatan yang diperoleh orang lain yang dia nilai lebih rendah, lalu dia menghina dan merendahkan mereka. Itulah takabbur.

Kisah tentang seorang pemilik dua kebun dalam surat Al-Kahfi telah menunjukkan perhatian Islam terhadap maslah di atas. Selengkapnya bunyi firman Allah itu.

وَاضْرِبْ لَهُم مَّثَلًا رَّجُلَيْنِ جَعَلْنَا لِأَحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْنَابٍ وَحَفَفْنَاهُمَا بِنَخْلٍ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمَا زَرْعًا ﴿٣٢﴾ كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِمْ مِنْهُ شَيْئًا وَفَجَّرْنَا خِلَالَهُمَا نَهَرًا ﴿٣٣﴾ وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا ﴿٣٤﴾

"Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikit pun dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu, dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika ia bercakap-cakap dengan dia, 'Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat'." (QS. Al-Kahfi [18] : 32-34)

Keempat. Mengiara Bahwa Nikmat Itu Kekal dan Tidak Akan Lenyap.

Orang akan sombong jika menyangka bahwa kenikmatan duniawi yang diperolehnya akan kekal adanya dan tidak akan lenyap. Hal itu telah diungkapkan Allah Ta'ala ketika menjelaskan perkataan seorang yagn memiliki dua buah kebun kepada kawannya.

وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِّنَّا مِن بَعْدِ ضَرَّاء مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِن رُّجِعْتُ إِلَى رَبِّي إِنَّ لِي عِندَهُ لَلْحُسْنَى ...

"Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata, 'Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat itu akan datang. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya'." (QS. Fushilat [41] : 50)

Kelima. Merasa Diri Lebih Berjasa atau Lebih Banyak Memiliki Keutamaan Dibandingkan Orang Lain.

Hal ini dapat menyebabkan seseorang bersikap takabbur. Keutamaan itu misalnya dalam bentuk ilmu pengetahuan, dakwah, jihad, tarbiyah, dan sebagainya. Akibat sikapnya yang semacam itu, maka kata-kata yang ia ucapkan pun mencerminkan kesombongan dirinya, seperti "Kamilah orang-orang yang pertama kali melakukan aktivitas amaliyah semacam itu. Saat orang masih terlena, kami telah meniti jalan ini di atas duri, dan kami telah memikul banyak kesulitan dan penderitaan dalam perjuangan. Demi mereka dan segenap manusia..."

Sikap perasaan semacam itu tentu saja salah, sebab dalam pandangan Allah faktor pendahulu (senioritas) tidak dianggap sebagai sesuatu nilai lebih dan keutamaan, kecuali jika disertai oleh sikap jujur dan benar.

وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ﴿١٠٠﴾

"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar." (QS. At-Taubah [9] : 100)

Dari kedua keterangan itu jelaslah bahwa Allah tidak melihat faktor senioritas seseorang yang melakukan amaliyah kebaikan sebagai hal yang lebih utama atas orang lainnya. Tetapi, bagaimana kontribusi yang mereka berikan dalam menegakkan kebenaran agama Allah, dan keteguhan serta kesabaran mereka menjalankan perintah-Nya.

(Bersambung insya Alloh)

Read More...

Saturday, September 24, 2011

Dibalik Perang Irak, Tentara-Tentara Korea Selatan Masuk Islam

Perang Irak memberi makna lain bagi "Unit Zaitun", nama pasukan Koera Selatan yang ikut dikirim ke Irak pada tahun 2006 sebagai bagian dari pasukan koalisi AS. Sebelum berangkat dan ditempatkan di kota Irbil, kota warga Kurdi di utara Irak, 37 anggota unit ini menyatakan diri masuk Islam dan bersyahadat di Masjid Hannam-dong, Seoul.

"Saya memutuskan menjadi seorang Muslim, karena saya merasa Islam sebagai agama yang lebih humanis dan damai dibandingkan agama-agama lainnya. Kalau kita bisa secara religius berinteraksi dengan warga lokal, saya pikir ini akan banyak membantu kami menjadi misi damai untuk melakukan rekonstruksi di Irak," kata Letnan Son Hyeon-ju dari pasukan khusus Brigade ke-11, salah satu tentara Korea Selatan yang masuk Islam.

Saat itu, pada hari Jumat di bulan Juli 2006, Hyeon-ju beserta 36 tentara Korea Selatan lainnya mengambil wudu, lalu duduk berjajar di dalam Masjid Hannam-dong. Dengan bimbingan imam masjid, mereka melafazkan dua kalimat syahadat dan mulai hari itu, para tentara yang akan diberangkatkan ke Irak itu resmi menjadi muslim.

Militer Korea mungkin tak pernah menyangka kesempatan untuk mempelajari Islam dan bahasa Arab bagi para tentara, terutama Unit Zaitun, yang akan dikirim ke Irak, akan membuat puluhan tentaranya masuk Islam. Pertimbangannya ketika itu, karena mayoritas penduduk kota Irbil adalah muslim, sedangkan tentara Korea yang akan dikirim adalah nonmuslim, maka para tentara itu dikirim ke Masjid Hannam-dong untuk belajar dan memahami tentang Islam dan komunitas Muslim. Ternyata, sebagian tentara itu malah benar-benar jatuh cinta pada Islam dan memutuskan untuk memeluk agama Islam.

Salah seorang anggota pasukan Unit Zaitu dari Divisi ke-11 Angkatan Bersenjata Korea Selatan, Kopral Paek Seong-uk yang masih berusia 22 tahun mengatakan, "Di kampus, saya mengambil jurusan bahasa Arab dan setelah membaca isi Al-Quran, saya jadi sangat tertarik pada Islam. Saya pun memutuskan untuk menjadi seorang muslim selama mengikuti program yang diselenggarakan Unit Zaitun, sebuah pengalaman religius buat saya."

Kopral Paek Seong-uk dengan antusias mengungkapkan keinginannya jika sudah sampai di Irak. "Saya ingin ikut serta dalam acara-cara keagamaan dengan warga lokal, sehingga mereka bisa merasakan rasa persaudaraan. Saya juga juga ingin memastikan warga lokal bahwa pasukan Korea Selatan bukan pasukan penjajah, tapi pasukan yang dikerahkan untuk membantu misi kemanusiaan di Irak," ujar Paek Seong-uk.

Tentara-tentara Korea yang memilih menjadi muslim itu, paham betul pentingnya homogenitas agama di tengah komunitas Muslim. "Jika agama Anda sama, Anda tidak akan diperlakukan sebagai orang asing, tapi akan diperlakukan seperti layaknya warga lokal. Lebih dari itu, Islam mengajarkan tata cara perang yang beradab. Muslim tidak boleh menyerang kaum perempuan, bahkan dalam peperangan," kata seorang pejabat militer Korea Selatan, mengomentari puluhan tentaranya yang masuk Islam. (kw/chosun.com/TTI)

Read More...

Wednesday, August 17, 2011

Hikmah Puasanya Anak-Anak


Oleh Septiani DW

Hari mulai senja, perlahan alunan tilawah dari menara-menara masjid riuh rendah berirama. Mengiringi sang mentari tenggelam di ufuk barat, menyambut waktu yang tepat untuk menabuh sang bedug dan mengumandangkan adzan maghrib.

Puluhan orang hilir mudik di jalanan, ngabuburit katanya. Ada yang sekedar berjalan-jalan menunggu waktu adzan atau bermaksud membeli makanan dan minuman untuk berbuka puasa.

Sore itu Tya bersama adik bungsunya yang baru saja duduk di kelas 4 SD termasuk diantara mereka yang ngabuburit(istilah kegiatan menunggu waktu berbuka). Disamping memang ada keperluan untuk membeli titipan ibu ke toko manisan, mereka sengaja berjalan-jalan menghabiskan waktu.

Ketika mereka melewati penjual siomay, si adik minta dibelikan untuk dimakan ketika berbuka.

“Loh kan tadi ibu sama mbak udah bikin sop buah dirumah dek?” Tya mencoba mengingatkan adiknya

“Tidak apa-apa, nanti adek makannya setelah makan sop buah”dalih si adik

Tya pun membelikannya walaupun agak tidak yakin bahwa adiknya akan memakannya.

Lalu mereka mampir di sebuah toko manisan, karena Tya hendak membelikan titipan ibu. Sang adik pun tertarik hendak membeli beberapa ciki dan minum-minuman yang terlihat menggoda di kulkas toko tersebut.

“Buat adek buka nanti mbak,” katanya

Tya pun kembali memenuhi permintaannya. Lalu ketika mereka hendak pulang, mereka melewati penjual es rumput laut yang ramai dikerumuni pembeli. Kali ini si adik tidak minta dibelikan, dia hanya bergumam kecil,

“Hhmm.. enak kali ya mbak buka puasa pake es rumput laut..”

Tya tersenyum geli dan segera memahaminya. Tya berbisik lembut kepadanya,

“Kalau mbak beliin, yakin adek mau minumnya? Kan tadi udah beli siomay, ciki dan minum-minuman itu?”

Si adik pun berpikir lalu memutuskan untuk tidak ingin membeli es tersebut.

Selama berjalan-jalan sore ini, sang adik telah membeli beberapa jajanan yang dilihatnya menarik dan ia merencanakan untuk memakannya saat berbuka.

Akhirnya adzan maghrib pun berkumandang, tibalah saatnya berbuka. Si adik pun mengeluarkan semua makanan yang “disimpan untuk buka” dengan suka cita.

Begitulah anak-anak, ia belum mampu mengendalikan nafsunya terhadap sesuatu dengan baik, namun karena ia berpuasa, ia belajar menangguhkan nafsu tersebut hingga pada saat yang tepat. Seperti hal nya terhadap makanan, ketika ia melihat makanan yang disukainya di siang hari disaat ia berpuasa, ditambah dorongan rasa lapar yang mendera, membuat ia tak mampu berpaling dari daya tarik makanan tersebut.

Namun ia tahu bahwa akan ada waktu berbuka dimana ia boleh menikmati makanan tersebut dengan leluasa, maka ia akan menggantungkan segala hasratnya pada waktu berbuka itu. Tidak ada pilihan lain baginya selain harus bersabar menanti hingga batas waktu berbuka. Sungguh, Puasa telah mengajarinya mengangguhkan nafsu, bersabar, dan tahu saat yang tepat.

Ketika waktu berbuka telah tiba, apa yang terjadi?

Sang adik tidak memakan semua makanannya kecuali sedikit saja. Ia kebingungan bagaimana memakan semuanya sementara kapasitas lambungnya sangat terbatas. Saat lambungnya terasa penuh, semua makanan yang menggodanya siang tadi pun seketika menjadi tak menarik lagi.

Bagitulah anak-anak, penting peranan orang tua yang bijak disekiling mereka untuk membantunya memilah hikmah dan pelajaran dari apa yang mereka alami. Ada baiknya jika mereka diberi pertanyaan refleksi sebelum memutuskan membeli makanan yang mereka inginkan, apakah kira-kira mampu menghabiskan makanan tersebut ataukah tidak. Dengan begitu mereka akan berefleksi dan belajar mengenal kapasitas diri mereka sendiri sebelum memutuskan membeli atahu menyimpan makanan untuk berbuka disaat mereka berpuasa.

“Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-A’raaf [7] : 31)

Subhanallah, ternyata banyak sekali hikmah dan pelajaran tersembunyi dibalik ajaran Islam untuk berpuasa, sebagian telah kita sadari dan sebagian masih menjadi rahasia yang mungkin jumlahnya tak terhingga.

Wallahu a’lam bishshowab

Read More...

Sunday, August 7, 2011

Kematian Adalah Pasti

Oleh bidadari_Azzam

Dia telah mengingatkan kita dalam kitab-Nya yang sempurna bahwa tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati, bila ayat tersebut terdengar di telinga atau dibaca oleh lidah kita sendiri, hati nan tunduk pada-Nya pasti merasa bergetar hebat.

Ramadhan awal tahun ini diiringi berita indah akan kelahiran bayi-bayi lucu para sahabatku. Semoga keberkahan Allah ta’ala mengiringi para bayi suci tersebut, amiin.

Dan hentakan di dada begitu kerasnya tatkala kubaca berita tentang kematian seorang teman, sangat muda usianya, beserta meninggalnya dua orang bapak yang merupakan orang tua dari sahabat nun jauh di negera lain. Padahal, kontak dengan teman itu hanya via email karena satu komunitas wanita Indonesia di luar negeri, dan bapak-bapak yang telah pergi jauh ke alam lain tersebut memang belum pernah bertatap muka langsung denganku, paling-paling anaknya menunjukkan “Ini fotoku bersama ayah…”, sebatas itu.

Namun tatkala kematian, berita bahwa mereka sudah ‘duluan singgah’ ke alam barzah, sontak mendebarkan dan membuat air mataku bercucuran, Innalillahi wa inna ‘ilaihi roji’uun… Sangat mungkin hal ini disebabkan hamba yang penuh dosa ini sudah menyadari akan ‘antrian panjang’ yang makin dekat.

Ketika ‘stress’ melanda jiwa Peter, sebut saja begitu, selalu dia bilang, “Papaku meninggal tiba-tiba… Aku tidak tau harus ngapain di dunia ini…”, gara-gara Peter memang cuma tinggal berduaan dengan papanya seusai nenek mendahului mereka. Papanya yang (dikira) selalu sehat, mendadak memperoleh serangan semacam sempitnya pembuluh darah dan jalan edar saluran pernafasan, hanya lima menit peristiwa terjadi usai meeting dengan relasi bisnisnya.

Peter bahkan sedang bertugas di tempat lain ketika papanya menghembuskan nafas terakhir. Dan sang papa meninggalkan seabrek-abrek urusan perusahaannya yang mana hanya beliau saja yang tau seluk beluk bisnis tersebut, begitu beratnya hari-hari dirasakan Peter, sampai suasana berkabungnya memakan waktu dua tahun lebih.

Lain lagi seorang sohib masa kecilku, ia berucap, “Sejak kepergian mamaku itu, aku menyadari bahwa kematian bisa saja terjadi mendadak, bayangkan, mama dan aku sedang nonton televisi bareng-bareng. Lalu ketika aku ke dapur untuk minum air putih, sekembalinya ke ruang televisi, mamaku sudah tergeletak, tak ada nafasnya dan aku berteriak-teriak sampai tetangga menelepon pihak rumah sakit. Ternyata mamaku meninggal ketika detik itu aku sedang minum di dapur….”, sohibku ini sempat bertahun-tahun lamanya menjadi amat pendiam setelah peristiwa itu.

Hanya Allah SWT yang memiliki kuasa penuh untuk memberikan nafas bagi kehidupan (kejadian pertama kali kita menghirup udara di dunia, siapakah yang bisa mengira-ngira tanggal-jam-menit dan detiknya, kecuali Allah?) atau untuk mengambilnya kembali (siapakah yang dapat menduga tanggal-menit-detiknya kita ‘kehabisan stok rezeki nafas’ alias tutup usia, kecuali hanya Allah ta’ala?).

Peter yang nonmuslim memang benar-benar tidak tahu akan kepastian hari kiamat, akan yaumil hisab kelak. Selama ini, entahlah kenapa ia tidak pernah terpikir bahwa si papa akan meninggal dunia. Setidaknya mungkin ia pikir, meninggalnya masih lama, ‘nunggu punya cucu dan cicit’, setelah pensiun, atau nungguin Peter menikah. Sampai-sampai jenazah si papa diletakkan di rumah selama seminggu lebih sebelum dimakamkan. Sangat berbeda dengan sahabatku Zaynab, ketika papanya meninggal di tanah sunda sedangkan Zaynab tengah melanjutkan kuliah di eropa, ia begitu tabah dan ikhlas. Ia beritahu hal itu kepada teman-temannya agar teman-teman turut mendo’akan keluarganya. Zaynab berurai air mata dalam sujud kepada-Nya, sangat manusiawi, ia bersedih, namun ikhlas menerima ketetapan-Nya. Papanya sesegera mungkin dimakamkan pada hari itu juga.

Sebagaimana kelahiran, keluar dari jalan lahir rahim suci, sendirian, maka kematian pun ‘terbang’ sendirian, tidak bisa ditemani harta benda yang kita kumpulkan bersusah payah, tak dapat ditemani anak, istri, ayah, bunda, sahabat, dan sebagainya, melainkan hanya berteman amalan-amalan selama di dunia.

Yah, kematian kita semua adalah hal yang pasti, ketetapan-Nya yang tidak bisa diganggu gugat, berita tentang sakaratul maut merupakan berita lama, bukan dadakan atau tiba-tiba. Namun peristiwa yang mendahului hal itu, detik dan menitnya serta tempat terjadinya perkara alias TKP merupakan misteri-Nya yang memang terjadi tanpa disangka-sangka, sungguh betapa kecil dan lemahnya kita di hadapan Allah ta’ala, setiap hari harus melalui beragam peristiwa skenario-Nya yang makin misterius. Ketika ‘panggilan’ ke haribaan-Nya datang, entah tatkala sedang tidur, sedang makan, sedang dalam perjalanan, ataukah sedang sholat, sedang olahraga, sedang duduk santai, sedang bermain di pantai, sedang menelepon, memasak, dan lain sebagainya, detik dipanggil-Nya langsung membuat sang malaikat petugas pencabut nyawa melaksanakan tugas.

Allah mengingatkan kita dalam ayat-Nya, “Katakanlah : ‘Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.“ (QS. Al-Jumu’ah [62]: 8)
Tidak bisa ‘ngumpet’ dimana-mana, duhai Ilahi, hikmah atas kematian merupakan pelajaran terdahsyat. Bagaimana bisa masih ada yang tidak takut bermaksiat dan menyekutukan-Mu, masih ada yang merasa ‘hebat dan jagoan’ bisa lari ke benua-benua lain jikalau kejahatannya diketahui manusia sekitar, masih ada yang bisa berbohong atau berpura-pura sakit bahkan pura-pura hampir mati tatkala diberi surat panggilan pemeriksaan atas skandal korupsi? Masih ada ribuan pejabat dunia yang merasa sok paling kaya gara-gara ‘duitnya aman’ di bank-bank Swiss, padahal duit itu tidak bisa dipakai buat menyogok malaikat maut?! Naudzubillahi minzaliik.

Ya Allah berikan kami bimbingan setiap saat, Ya Allah, semoga kami berada dalam cahaya Islam ketika hari ‘H’ itu datang, dalam detik-detik taubatan nasuha, dalam kondisi terbaik penutup usia, amiin. Yaa Allah biha Yaa Allah biha Yaa Allah Bi khusnil khotimah, Allahumma amiin.


(bidadari_Azzam, Krakow, 5 Ramadhan 1432 Hijriyah)

Read More...

Cepretan

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template